Senin, November 19, 2007

SECTIO CAESARIA



Sectio Caesaria adalah proses mengiris hingga rahim seorang ibu untuk mengeluarkan seorang bayi.. Bahasa awamnya di Indonesia, operasi caesar.Saya sudah tiga kali menjalaninya dan saya tidak setuju jika dibilang operasi ini dilakukan untuk menghindari rasa sakit melahirkan, karena sebenarnya yang saya alami, operasi ini lebih memnyakitkan dan lebih lama penderitaannya.Saya melakukannya karena kondisi fisik saya tidak mungkin untuk melahirkan normal.


Sectio pertama dilakukan di R.S Telogoredjo, Semarang, oleh Dr. Binarso Sp.Obs.Gyn. (99). Kehamilan pertama saya mengalami pendarahan terus menerus yang disebabkan oleh plasenta menutupi jalan lahir, sehingga tidak bisa melahirkan secara spontan (Plasenta Previa). Setelah melalui USG diperkirakan bayi saya sudah cukup umur dan cukup beratlebih dari 2,6kg, lalu hari rabu, dokter bilang hari sabtu operasi. Saya sempat kaget, karena selain tidak berpengalaman, saya juga jauh dari keluarga. Saat itu yang bisa menemani saya hanya ibu mertua saya saja.

Satu malam sebelum operasi saya sudah menginap di kamar VIP yang biar nyaman tapi tidak dapat mengurangi kegelisahan saya. Semalaman saya gemetaran, sangat ketakutan, takut mati...Operasi dijadwalkan keesokkan harinya jam 6 pagi. Saya sampai titip pesan sama mantan pacar saya, supaya kalau saya mati, mencarikan ibu pengganti yang benar-benar sayang sama anak saya. Eh.. dia malah marah-marah...

Meskipun anak seorang dokter bedah, saya takut sekali dengan jarum suntik apalagi jarum infus. Mungkin karena karma, saya seringsekali di operasi, dari tumor di tangan, tumor di payudara sampai sectio 3x. Jangankan dioperasi, ke dr. gigi saja saya takut setengah mati. Setiap mengunjungi dr. gigi, saya selalu bawa empat orang ajudan untuk masing-masing memegang tangan kiri, kanan, kaki kiri dan kaki kanan, supaya tidak meronta-ronta seperti kambing mau dipotong.

Pembuluh dara di nadi saya juga terlalu halus dan kecil, sehingga sulit dimasukkan jarum infus. Saking seringnya masuk rumah sakit, saya sampai tahu, hanya jarum/speud nr.22 yang bisa masuk ke nadi saya.

Esok paginya,operasi sesuai jadwal.Entah karena kamar operasinya(OK)dingin, atau saya yang nyaris mati ketakutan, saya gemetaran. Benar saja,... suster kesulitan memasukkan jarum infus ke nadi saya, padahal saya sudah sampai berbusa mengingatkan, bahwa saya hanya bisa jarum no 22. Sulit sekali. Entah setelah berapa kalisetelah dipukul-pukul pergelangan tangan, jarum bolak balik tusuk, akhirnya jarum itu bisa masuk ke nadi saya. Lalu saya diminta mengambil posisi duduk sambil ambil posisi relaks untuk dibius epidural... (mana bisa.... ) Saya sudah demikian ketakutan... Masuk lah jarum suntik ke tulang belakang saya.... "Wadouuuuuuwww" saya teriak kencang sekali.. Saya pikir satu kali saja, ternyata... tidak lama kemudian tanpa pemberitahuan sebelumnya... "Wadouuuuuuu" saya teriak lebih kencang lagi, lebih sakit, lebih dalam dan jarum terasa lebih besar masuk ke celah-celah tulang belakang saya...lalu saya dibaringkan di meja operasi.. OMG... ada kaca di langit-langit... jadi walaupun dari dada ke bawah ditutupin kain, tetap saja saya bisa melihat dari kaca tsb. perut dilumuri antiseptik dan setelah bagian pinggang kebawah kebas, kemudian sebilah pisau mengiris kulit peruh bawah saya sambil terdengar bunyi.. krek...krek.... seperti gergaji, pisau operasi membelah perut saya. Di tengah suasana hening, dokter bilang, nanti kalau anaknya ditarik agak sakit... benar saja.. anak saya yang sungsang, dari perut saya yang terbelah, ditarik kaki dulu, cepat sekali dan sedikit sakit... Rasanya tidak dapat digambarkan...Puji Tuhan, anak saya, laki-laki lahir dengan selamat. Saya melihat dokter melepaskan lilitan tali pusar dari lehernya. Rasanya haru sekali... I am a mom now... Proses menjahit perut saya jauh lebih lama daripada membuka dan mengeluarkan anak... Hihhhhhh seram melihatnya, tapi saya sudah tidak terlalu stress lagi, karena rasa sakit sudah terhapus rasa bahagia tak terhingga setelah melihat anak saya yang seperti boneka( 2,7kg,51cm ). Setelah di kamar pemulihan sejam, saya di bawa ke kamar. Saya disambut ciuman dan pelukkan oleh suami dan ibu mertua saya...Saya opname selama empat malam. Keesokan harinya saya tidak sengaja bersin.... Aduh... sakit sekali rasanya di tulang belakang saya. Satu bulan saya tidak dapat berjalan lurus...

Operasi yang kedua di R.S. PGI CIKINI (01),saya pikir sudah pengalaman, ternyata malah lebih menderita.Sebenarnya jadwal melahirkan diperkirakan masih dua minggu lagi. Jadi saya santai saja. Setelah air ketuban rembes dua kali, saya jam 8.30 malam dibawa mantan pacar saya ke rumah sakit. Sebenarnya saat itu saya tidak mulas sama sekali.Sampai di sana saya sudah ditunggu Dr.Binoto Sirait Sp.Obs.Gyn.(saya memanggilnya om bin) dan papa. Setelah diperika ternyata saya sudah pembukaan ke dua...tapi ditunggu sampai jam satu malam tetap saja masih pembukaan ke dua... lalu om bin bilang besok saja operasi jam 8 pagi, kalau dipaksa induksi, kamu pasti tidak tahan sakitnya...

Lucunya kali ini yang tegang malah Papa saya... Jam 6 pagi dia sudah memerintahkan suster supaya saya dibawa ke kamar operasi. Jam tujuh saya sudah di kamar operasi,padahal Om Bin belum datang.. dan Papa ngomel-ngomel dan dia sudah menyiapkan sejumlah pasukan untuk siap megangin aku yang diperkirakan bakal meront-ronta dan mencakar.. Sampai ada suster nyeletuk... inikan.. pasien obs gyn... Papa saya tertawa-tawa.... Papa beneran tidak sabaran... Om bin belum datang, dia sudah nyuruh Prof.DR Rusli (anastesi) untuk segera membius saya...Waktu jarum infus masuk ke nadi saya tidak terlalu sakit banget, karena yang masang dr. Agus, asisten Papa yang jago banget...

Waktu masuk jarum bius pertama kali, saya teriak sekencangnya... yang kedua...... lebih kencang lagi, teriaknya lebih kencang lagi sambil sudah mulai mencakar dan badan sudah mulai basah semua..Dekat papa malah lebih manja. Lalu ditunggu sebentar, Om Rusli nyubit paha aku..., masih sakit... belum kebas... dicubit lebih sakit lagi... aku teriak kesakitan... Kata om Rusli... "Suntik lagi ya..." Ampun... Tidak... Suntik lagi.... makin banyak yang megangin... ketiga.. dan keempat... makin dalam dan makin sakit.Saya pandang muka Papa saya yang mulai kebingungan.......Lalu Om Rusli cubit lagi... aduh... sakitnya... lalu dia mulai kebingungan... suntikan ke lima... saya mulai lemas... keenam... saya tertidur... kenapa juga tidak dari tadi....

Anehnya, meski sudah selesai,dan masih di o.k. saya tiba-tiba terbangun,padahal belum waktunya terbangun...Saya langsung histeris kesakitan... ternyata salah perhitungan obat bius, operasi berjalan lebih lambat dari semestinya... Kata suster ternyata saya sekalian operasi usus buntu. Saya langsung teriak.. "Papa Jahat...."Belakangan saya tahu dari Om Bin, Waktu perut saya dibuka, yang duluan terlihat usus buntu saya yang sudah meradang... Om Bin tidak mau motong, akhirnya papa sendiri yang mengerjakannya sambil menitikkan air mata....

Pasca operasi saya lebih menderita, selain lebih lama opname(7hari), saya hanya boleh makan bubur cair.. jadi lemas sekali.... Sahabat saya Omar, membawakan Tiramisu dari Pand'or kesukaan saya, bukannya senang, saya malah sebal sekali karena tidak boleh makan, tapi karena tidak tahan selera, tengah malam saya curi-curi makan... untung tidak kenapa-kenapa... Satu bulan saya tidak dapat berjalan dengan badan tegak, atu tahun perut saya kembung (kata papa itu normal ). Untung saja saya operasi, kalau melahirkan normal, trus usus buntu pecah, mungkin saya tidak selamat... hehehehhe.....

Operasi ke tiga... Rumah sakit yang sama (2004), dengan perut gendut yang kata dokter Jambi sudah mau melahirkan, saya terbirit-birit terbang ke Jakarta. Sampai di JKT kata Dr. Tagor Harahap Sp.Obs.Gyn.( om Tagor ), tidak ada tanda-tanda mau mnelahirkan, tapi berhubung sudah sampai Jkt, besok saja dioperasi jam tujuh pagi...Pada awalnya saya berusaha untuk lebih tenang, setelah diperiksa,saya masih sempat jalan ke Plaza Indonesia membeli perlengkapan yang tidak terbawa dari Jambi. Lagi enak minum kopi di Starbuck, Papa hp saya, nyuruh segera balik ke rumah sakit karena saya harus istirahat.

Besok paginya saat masuk kamar ok, sudah penuh dengan asisten papa yang kayaknya sudah siap dicakar ... Heheh.... Dokter anastesinya, Dr Wardoyo Gadroen (om Yoyo). Saya sudah kenal dekat dengan om Yoyo, dan dia ajak saya becanda terus... Jadi praktis urusan bius tidak terlalu ribet seperti sebelumnya, paling teriak dan ada yang kena cakar sedikit saja. Operasi sekaligus steril ( katanya sudah sangat bahaya jika saya pinya anak lagi )berjalan lancar dan sadar sepenuhnya... malah saya sempat bilang sama om Tagor supaya lemak-lemak di perut saya sekalian diambil. Selesai di kamar pemulihan, dalam perjalanan ke kamar saya muntah-muntah.. langsung semua kaget dan panik. Mantan pacar saya langsung hp Papa. Papa beserta rombongan langsung datang segera memeriksa saya yang sudah lemah dan pucat sekali. HB tinggal 7 dan tensi 70/50. Papa tidak percaya.. langsung panggil tiga orang suster bawa tensi meter yang berbeda,dan memang benar. papa suntik obat untuk menaikkan tensi, kondisi saya malah makin lemah dan seperti ngantuk sekali...Lalu Papa memerintahkan cari darah untuk ditransfusikan. Selama menunggu darah,mantan pacar sibuk namparin saya supaya jangan sampai tertidur, mama mertua sibuk nyuruh saya ngunyah apel, tante saya sibuk mijitin kaki yang dinginnya kayak es..., sementara pandangan mata sudah kabur dan berbayang-bayang.. Perasaan saya, mungkin waktunya sudah tiba...Papa bilang berulang kali.. "kamu kuat", "kamu kuat"...

Setelah selesai transfusi 10 kantong baru saya agak segar. Puji Tuhan saya pulih setelah delapan hari di rumah sakit. Saking lamanya, anak saya sampai jadi camat di kamar bayi...hehehhe....

Saya beruntung sekali memiliki Papa seperti Papa saya, yang memberikan perawatan terbaik di negeri ini, sebab kalau tidak pasti saya sudah tidak tertolong lagi.Dan Saya sekarang lebih menghargai kehidupan. sakit pasca operasi sudah tidak saya pikirkan lagi, yang penting saya masih diberikan kesempatan untuk hidup bagi anak-anak saya.

This article is dedicated to my beloved Daddy, DR TOGAR M.SIMANJUNTAK SpB Onc.

1 komentar:

Herli mengatakan...

Saya pasien ayah Anda. Tadinya saya masih agak bingung dengan keputusan beliau menempatkan saya satu malam di ICU setelah operasi kelenjar gondok. Ternyata ada alasannya toh. :-)